Tahun ini bisa dibilang sebagai tahun yang berhasil memutarbalik segala hal, khususnya industri kreatif. Tidak hanya industri besar seperti televisi dan mega-konser seperti Hammersonic dan Synchronize Fest, panggung-panggung kecil (gigs, cafe, acara kolektif) pun ikut merasakan bagaimana pahitnya menjalani tahun yang suram ini.
Dari segala jungkir balik yang terjadi di tahun ini, tetap saja ada pelaku yang bandal dan pantang menyerahkan nasib. Beberapa diantaranya malah justru punya waktu luang yang lebih dan memantapkan diri untuk debut, rilis tunggal (single) dan bahkan menerbitkan album dan EP (extended play) yang secara kualitas bisa menghibur korban kebangsatan pandemi.
Skena musik lokal, khususnya Medan, juga tidak mau kalah. Walaupun minim exposure dari publikasi nasional, namun beberapa nama punya materi dan kualitas yang menurutku justru bisa menggeser posisi musisi nasional dalam daftar album dan EP terbaik Indonesia 2020 ini.
Daftar album dan EP terbaik Indonesia 2020 ini terdiri dari album dan EP yang pernah didengar selama 2020. Tentu saja akan ada rilisan yang tidak kalah bagusnya urung sampai ke telinga dan terlewat. Daftar berikut disusun dengan opini pribadi dan saran beberapa teman yang cukup sering melakukan eksplorasi musik baik lokal dan nasional. Terimakasih untuk Daniel Nokitron, Imam St. Ali, Husein Greyflowers, Kaisar Hasselblad dan Agung Patipadam yang telah memberi saran untuk urutan-urutan rilisan terbaik ini.
EP (extended play) atau mini-album diikut sertakan mengingat banyak sekali rilisan lokal yang dengan segala keterbatasan (khususnya dana) tetap melakukan rilis namun tetap dengan materi yang ciamik. Begitupun, karena cukup banyak album dan EP yang bagus, akhirnya terpilihlah 10 album dan EP terbaik Indonesia 2020 (dari yang niat awalnya hanya 5). Beberapa album dan EP lain yang sangat layak didengar dan dinikmati di akhir tahun ini tetap disertakan (tanpa diurutkan) dalam honorable mention.
Honorable Mention:
Dispencer – “HUIT ANS“
Efek Rumah Kaca – “Jalan Enam Tiga“
Fstvlst – “Fstvlst II“
Goodnight Electric – “Misteria“
Stars and Rabbit – “Rainbow Aisle“
Pamungkas – “Solipsism“
10. Katarsis – “Proyek Bangun Tidur”
Folk belum mati. Meski terus menerus meneriakkan “aku benci dituduh folk” dimana-mana, namun sosok skinhead-accoustic (begitulah kata Imam) bernama Katarsis ini sukses dengan album debutnya. Album berjudul “Proyek Bangun Tidur” ini persis namanya: sederhana, sedikit ceroboh dan tentu saja keteledoran di sana-sini. Begitupun materi-materi dalam album ini cukup menyindir dan terasa relate sekaligus.
Album ini terasa sangat layak untuk berjejer dengan nama-nama lain dalam daftar ini. Ini pula yang membuatku sempat melakukan review album “Proyek Bangun Tidur” dan menyarankan beberapa orang untuk mendengarkan materi-materi tengil sederhana yang sangat lekat dengan masalah-masalah urban (khususnya kalangan mahasiswa perantau) saat ini.
Setelah dihubungi, Katarsis akhirnya secara ikhlas melepas albumnya untuk diunduh secara online melalui Google Drive. Link untuk album dari Katarsis – “Proyek Bangun Tidur”.
9. Mamang Kesbor – “Album Terbaik di Tata Surya”
Tidak heran bagaimana alter-ego dari Mardial ini bisa melejit di tahun ini. Tidak hanya rentetan gimmick yang secara konsisten menaikkan namanya dari Youtube, namun juga sosok Mamang Kesbor yang terlihat belajar banyak dari album sebelumnya, “Album Terbaik di Dunia”. Porsi dari Mardial yang jelas dikurangi banyak membuat album ini terasa lebih mudah dinikmati bagi non-penikmat EDM. Kolaborasi dari sosok lain seperti Marlo Copo dan Deny Woles dengan Mardi Margono DJ set yang menjadikan album ini sahih sebagai sampah internet yang bisa dinikmati.
Unsur budaya pop yang sangat kental, sedikit satir namun penuh dengan candaan yang membuatku ingin memaki karena diangkat dengan cara yang tidak biasa. Begitupun, agak disayangkan rasanya bagaimana Vice meletakkan album ini di peringkat 10. Sangat tidak berbudaya dan tidak menikmati unsur avant-garde dalam sebuah karya. Maka apresiasi yang paling besar seharusnya disematkan pada Album TERBAIK ini. Okelah, di sini naik 1 peringkat saja.
8. Nadin Amizah – “Selamat Ulang Tahun”
Mengesampingkan drama internet yang sempat ramai beberapa waktu lalu, karya Nadin Amizah yang satu ini memang layang dinobatkan sebagai salah satu album dan EP terbaik Indonesia 2020. Materi-materi dalam lagu ini sebenarnya sederhana, namun entah magis apa yang membuat karya dari seorang Nadin dapat menjadikan lagu-lagunya terasa sangat dekat dan relatable dengan pendengarnya.
Diksi yang semakin kaya, teknik vokal yang semakin baik dan tentu saja penyusunan lagu dalam album ini yang bisa dinikmati secara penuh dan berurut sepanjang malam. Silahkan pilih saja bagaimana kita berakhir karena album ini: tidur dengan perasaan kosong, merenung sambil merokok atau larut dan menangis.
7. Beetleflux – “Moonstruck”
Satu lagi rillisan dari skena lokal Medan. Lagu-lagu yang mengembalikan pada kerinduan akan musik-musik bergenre dream-pop dengan irama yang up-beat dan tentu saja bisa menjadi moodbooster di kala pandemi yang semakin hari semakin membuat lemas. Ketukan drum dan permainan gitar yang catchy menjadikan album ini sangat direkomendasikan sebagai pengiring pagi.
Formula dan eksplorasi musik yang sepertinya tidak begitu banyak digali oleh Beetleflux pada EP ini menjadikan EP ini terasa repetitif jika tidak didengarkan secara seksama.
6. The Boxquitos – “Time & Space”
Pandemi terbukti membuat beberapa musisi memiliki lebih banyak waktu untuk bisa fokus merilis karya. Terbukti dari The Boxquitos yang sejak debutnya di 2017, akhirnya band ini dapat merangkum karya-karyanya dalam sebuah EP ditambah video musik yang apik. Tidak heran, beberapa sosok musisi nasional turut memberi perhatian pada band yang satu ini.
Secara materi, tentu saja lagu-lagu dalam EP ini cukup gila dan sangat nikmat terutama bagi para penikmat musik-musik psychedelic. Nada-nada yang ciamik, asing dan sedikit menggelitik di telinga hingga menagih. Menjadikan EP yang satu ini berhasil membuatku memposisikannya untuk “melangkahi” beberapa nama nasional di atas.
5. Romantic Echoes – “Persembahan dari Masa Lalu”
Masih dari rangkuman musik yang “mengawang” yang menemani tahun ini. Ada sedikit perasaan kecewa saat aku menemukan album ini di akhir tahun padahal sudah berulang kali dibawa “melayang” oleh “Arungi” yang ramai di radio dan Youtube. Materi-materi dari “Persembahan Dari Masa Lalu” bisa dibilang sangat segar, solid sebagai satu album namun memberikan kejutan bertubi-tubi di tiap track.
Satu hal yang terlihat jelas: observasi dan eksplorasi. Romantic Echoes terlihat sangat matang dan “bermetamorfosis” jauh lebih baik. Hal lain yang menjadikan album ini merupakan sebuah hal baik yang penting adalah bagaimana Jack Alfredo mampu melepaskan diri dari jubah bernama Pijar dan menjadi sosok baru yang tidak kalah mengagumkannya.
4. Bars of Death – “Morbid Funk”
Keluar dari kubur hanya untuk pindah kuburan. Meski keluar dengan persona yang lebih tengil dan segar, tidak menampik masih terdapat kompisisi yang mengingatkan kita pada kuburan bernama Homicide. Begitupun dalam lirik-lirik yang masih memperjuangkan hal-hal yang sama: ketidakadilan, kekuasaan, fasisme dan gerakan-gerakan bawah tanah.
Rasanya tidak puas untuk menjabarkan secara utuh bagaimana album ini mampu menjadi semangat baru dari tahun yang paling asu seumur hidup ini. Jika ingin berekspektasi bagaimana “Morbid Funk” hadir sebelum menghancurkannya dalam kepalamu, silahkan baca ulasan yang satu ini.
3. Joe million – “Vandal”
Rima berentet dan pedas, musik yang segar, serta keberanian untuk “mencoreti” perjalanan hidup sendiri. Entah pujian apalagi yang harus disematkan pada album ini karena rasa-rasanya sudah keluar semua saat menulikan ulasan album ini secara utuh.
Beat yang diproduseri oleh Mardial dan kolaborator lain seperti Matter Mos, Dzulfahmi dan Kay Oscar menjadikan album sangat ajaib dan punya “rasa baru” yang ternyata dapat dieksplorasi dari seorang Joe Million.
2. Sajama Cut – “Godsigma”
Nada yang sangat asing namun nikmat, lirik-lirik puitis yang masih bisa dicerna, observasi musik dan materi yang cerdas. Tidak ada hal lain yang mampu menggambarkan kejeniusan dari band ini. Pun dalam ulasan album yang ku lakukan beberapa hari lalu, aku menemukan banyak hal-hal mengejutkan sekaligus menyenangkan dalam album ini.
Tidak hanya sekedar layak didengarkan, namun album ini juga ajaibnya dapat membuatku merasakan suasana panggung gelaran besar yang harus sirna karena pandemi. Tidak ada kata yang lebih tepat menggambarkan album ini selain kata “ear-gasme”.
1. BAPAK. – “Miasma Tahun Asu”
Selain judulnya merangkum keadaan tahun pandemi ini, materinya pun juga menggambarkan bagaimana kita menghadapi tahun ini. Sekalian saja judul artikel ini pun diwakili oleh unit paling liar di tahun ini. Kareem Soenharjo yang sebelumnya lebih dikenal dengan proyek hip-hop BAP menjadi kepala untuk sebuah mahacipta di tahun ini. Album ini juga bisa menjadi penjembatan antara musik noise dan pendengar yang awam hingga bisa dinikmati bagi yang bukan penggemarnya.
Eksplorasi lintas genre yang saling bertubrukan namun menjadi suatu kesatuan. Beberapa track bahkan dibawakan secara sembrenget seperti dalam “Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil” yang bisa dibilang menggambarkan keadaan kawula muda kala pandemi. Percayalah, materi-materi di album ini bukan hal yang asal comot dan letak. Masing-masing punya jiwa sendiri dan memang lebih tepat jika dibiarkan acak.
Album ini tidak hanya sekedar “masturbasi artistik” namun juga menjadi kapsul waktu perekam semua perasaan yang bergelut di sepanjang tahun yang maha-asu ini.
Leave a Reply