Demarkasi

Demarkasi

Batas-batas kadang tidak lahir hanya dari sela-sela pergulatan hal-hal kontradiktif. Kadang pula kudapati batas muncul di antara peluang dan kausa yang berjalan seiring hidup. Entah bagaimana mengatakannya namun belakangan batas-batas sering membentuk dirinya sendiri di kepalaku, berontak saat malam dan terkadang meledak melahirkan batas-batas baru.

Seperti setahun belakangan ini, ekspektasi sebagai jelata yang ingin memadu kasih dengan orang yang setidaknya lebih baik. Sering rasanya luka lama yang besar dahulu terlupa saat mengumpulkan keberanian berlama-lama melihat wajah seseorang. Wajar bila ada silau saat melihat berpasang-pasang bola mata itu setelahnya. Meski kerap kali kepalaku memperingati tentang batas yang tidak dapat dilompati dengan cara apapun.

Mata-mata itu begitu menyilaukan sampai aku tidak menyadari bahwa beberapa diantaranya hanya putri-putri yang mencari orang yang sederajat pula, beberapa di antasanya sering kudapati hanya bosan, tidak tahu pergi kemana dan sisanya hanya bersikap normatif seperti manusia pada umumnya. Tidak berbeda pula cara-cara muslihat yang digunakan sebagaimana lelaki-lelaki yang tertuduh sebagai makhluk luar biasa jahat di muka bumi. Telah ditanam di bawah sadar bahwa sosok yang lemah itu tidak memungkinkan mereka bisa berbeda jahatnya dengan lelaki.

Perasaan aneh masuk bagai jarum-jarum yang menusuk satu demi satu di setiap detik kesepuluh. Aku tahu mereka telah berhasil menipuku mentah-mentah di panggung mereka masing-masing. Beruntun. Namun kepalaku menolak untuk menyerah. Kebodohan masa muda ini tidak habis seiring umur yang menipis, pikirku. Aku mencoba sekali lagi dan aku hanya mendapati tirai-tirai tertutup tanpa ucapan selamat tinggal.

Malam tadi aku meledak. Menyadari batas-batas dan diri yang tidak tahu malu melompati sebuah pagar tinggi. Gagal dan malu. Dua kata itu sudah cukup merangkum segala kecewa dan lara yang merisak isi kepala untuk memuntahkannya begitu saja di dunia maya. Aku menyerah. Kalah.

Untuk waktu dekat menyadari diri pada setiap ketidakmungkinan bisa mengurangi ketidakpastian. Aku hanya lelah namun tidak tahu kapan akan mencoba ketidakmungkinan ini lagi. Bisa jadi melompati batas-batas ini meski tahu akan gagal dan jatuh jadi sebuah candu. Bisa pula aku menikmatinya karena aku tahu aku akan meledak kemudian.

Mailing List

Bergabung dengan mailing list untuk info artikel terbaru langsung dari email.

Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *