Memasarkan produk (digital marketing) bukan hal yang asing lagi belakangan. Semenjak pandemi yang berdampak pada sektor industri dan perilaku konsumen yang kini serba praktis dengan digital, kini internet dan pemasaran digital menjadi suatu hal yang cukup vital bagi industri. Jauh sebelumnya, tidak sedikit perusahaan yang memiliki branding di dunia digital, yang paling umum adalah website dan media sosial. Meski penggunaan dan pemasaran konten yang semakin hari semakin baik, namun ada hal penting yang sering luput diperhatikan yaitu pengelolaan aset-aset digital ini. Perusahaan pada umumnya sudah sangat akrab dengan pengelolaan atau pemeliharaan aset perusahaan yang konvensional dan biasanya terlihat, namun pengelolaan atau pemeliharaan aset-aset digital sering kali dianggap remeh bahkan tidak terpikirkan. Saat masalah datang ketika ingin menggunakan aset-aset ini, barulah semuanya terasa kacau balau. Bahkan beberapa aset bisa saja hilang, terhapus atau bahkan tidak bisa memperpanjang layanan-layanan berbayar yang sudah jatuh tempo.
Hal ini sempat terjadi di sebuah perusahaan yang aku sempat “mampir” dan terjadi di hari pertamaku di sana. Seorang digital marketing supervisor hengkang dengan cara kurang baik tanpa meninggalkan satupun akses (ID dan password) untuk masuk ke berbagai aset-aset digital perusahaan pada saat itu. Ada banyak sekali akun-akun domain-hosting-CMS website, cloud storage dan bahkan layanan-layanan berbayar yang kalau dirupiahkan jumlahnya terbilang banyak. Pada saat itu satu-satunya akses kunci yang tersisa hanyalah dua akun Google.
Hanya bermodal logika dan keberuntungan, aku pun merunut akun-akun apa saja yang dapat diselamatkan dengan bermodal dua akun Google tersebut. Belum lagi mengurus beberapa dokumen seperti domain-hosting yang membutuhkan beberapa dokumen-dokumen perusahaan. Memintanya saja butuh waktu 3 hari dan mengurusnya ke lembaga terkait kira-kira seminggu. Belum lagi kejadian mengurus hosting yang bahkan tempat pembelian jasa hostingnya sudah lenyap dan menyisakan layar putih saja. Jadilah aku sedikit panik dan menanyakan kemungkinan untuk memindahkan hosting tersebut. Ternyata di Niagahoster perpindahan layanan seperti itu memungkinkan dan satu akun pun selamat. Ada pula akun-akun lain yang “gaib” dan ternyata di daftarkan di tempat lain. Semisal akun yang “katanya” ada di Niagahoster ternyata secara ajaib nangkring di Bluehost dengan e-mail yang berbeda (e-mail kedua). Bahkan beberapa akun sama sekali tidak terkoneksi dengan dua e-mail tersebut. Pokoknya segala kepanikan dan beban yang nyaris membuat gila itu barulah selesai setelah sang supervisor berhasil dibujuk untuk mengembalikan akses dari aset-aset digital perusahaan yang terjadi seminggu kemudian. Apresiasi setelahnya? Tentu saja tidak ada. Padahal jika saja aku pura-pura bodoh dan tidak berusaha mencarinya dengan segala cara, aset-aset bernilai belasan juta itu bisa saja raib. Seremeh itulah pengelolaan aset-aset digitial di perusahaan tersebut (dan aku yakin tidak sedikit perusahaan yang seperti ini). Pola pikir bahwa menjaga aset digital hanya semudah mengisi kolom ID dan password atau mengklik tombol sign-up menjadikan aset-aset digital tidak pernah dikelola dan dianggap serius oleh perusahaan.
Pengelolaan aset digital tidak bisa lagi dianggap remeh. Baik website, akun marketplace, maupun media sosial sudah seharusnya dijaga dengan baik. Jika tidak dijaga atau dikelola dengan baik, tentu akan jadi masalah tersendiri saat terjadi masalah dan gangguan. Selain mendata ulang, menyimpan aset-aset dengan satu “kepala” juga harus dilakukan agar seluruh aset dapat diakses dan terhindar dari kelupaan akses. Aset-aset digital ini juga perlu dijaga oleh orang-orang terpercaya dan mumpuni di bidangnya. Akses utama (seperti e-mail dan akses Cpanel) yang dapat mengatur aset-aset tersebut juga seharusnya dimililiki oleh seorang penanggung jawab atau bahkan pemimpin perusahaan tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kejadian yang aku ceritakan sebelumnya.
Leave a Reply