Surat-surat ini tidak sepenuhnya milikmu, Puan
Beberapa hilang saat kau mengutuki realita lalu membanting sebuah pasar ke kepalaku hingga aku lupa siapa sebenarnya kau, tuba atau ambrosia?
Beberapa yang lain sudah ku bakar bersama seisi kota lengkap dengan diriku yang lain, ku sulut tepat di bibirmu saat kau meneriaki klise-klise hidupmu yang hancur kau burai sendiri
Namun bebal perasaanku yang meruah tetap membuatku merindukanmu bagaikan pekerja pada tanggal merah
Di hidupku kau yang lima-dua dari yang tiga-enam-lima, sisanya hanyalah kata dan tanda yang acak
Sesaat kita usai berpesta dan mabuk segelas amora, aku menulisimu untuk sehari dan sehari lagi
Surat-surat dan puisi ini -yang tentu enggan kau balasi hingga aku meribang sampai mati- akan menjadi bukti bahwa aku sudah tidak punya harga diri
Sungguh dalam pengasinganku dari jantungku sendiri, kau tetap akan aku tulisi entah jadi yang menghidupkan entah yang mematikan; sebagaimana kau biasanya